4 Budaya Betawi ini Terancam Punah, Sudah Pernah Lihat?

AdaKami.id – TemanKami, sebagai salah satu suku asli yang membentuk keberagaman budaya Jakarta, Betawi memiliki kekayaan tradisi yang tak ternilai. Mulai dari kesenian, bahasa, kuliner, hingga adat istiadat, semuanya mencerminkan identitas dan sejarah panjang masyarakat Betawi.

Sayangnya, seiring pesatnya modernisasi dan perubahan gaya hidup, banyak unsur budaya Betawi, seperti gambang kromong dan nyorog, mulai terpinggirkan bahkan nyaris terlupakan. Generasi muda pun tampak kehilangan keterikatan dengan akar budayanya sendiri (David, Fitriyadi, & Bahrudin, 2024: 88)

Long weekend yang akan datang bisa menjadi momen tepat untuk mengenal lebih dekat budaya Betawi. Mulai dari berkunjung ke kampung budaya, menyaksikan pertunjukan lenong, hingga menikmati kerak telor di sore hari, semuanya bisa menjadi cara menyenangkan untuk mengisi waktu libur sekaligus melestarikan warisan leluhur.

TemanKami, lewat artikel ini, mari kita kenali dan apresiasi kembali sejumlah warisan budaya Betawi yang kini mulai terpinggirkan. Yuk, simak hingga tuntas!

 

1. Nyorog

Nyorog adalah tradisi Betawi yang biasa dilakukan menjelang bulan Ramadan atau Lebaran, di mana seseorang mengantarkan bingkisan berupa makanan kepada anggota keluarga, tokoh daerah setempat, atau orang tua/mertua yang sudah tinggal berbeda rumah. Bingkisan ini biasanya berisi lauk pauk, ketupat, atau bahan makanan lain sebagai simbol hormat dan silaturahmi. Tradisi ini menjadi salah satu cara masyarakat Betawi menjaga hubungan kekeluargaan dan rasa saling peduli di lingkungan sekitar.

Namun kini, tradisi nyorog semakin jarang ditemukan, terutama di kawasan perkotaan. Hal ini disampaikan oleh Arie Dwi Satiro dalam laporannya yang diunggah pada laman Okezone (2019). Berdasarkan riset yang ia lakukan, gaya hidup serba cepat dan individualistis membuat masyarakat lebih memilih cara praktis, seperti mengirim hampers melalui jasa kurir. Akibatnya, nilai kebersamaan dan makna emosional yang terkandung dalam nyorog pun mulai luntur dan hampir punah.

 

2. Bahasa Betawi

Bahasa Betawi adalah salah satu identitas paling kuat dari masyarakat Betawi. Bahasa ini merupakan hasil percampuran dari berbagai bahasa, seperti Melayu, Arab, Belanda, Portugis, hingga Tionghoa, mencerminkan sejarah panjang interaksi antarbudaya di Jakarta (Kemdikbud, 2018). Bahasa ini hidup dalam percakapan sehari-hari, lagu, cerita rakyat, hingga pertunjukan seni seperti lenong.

Menurut pernyataan Prof. Arief Rachman (2024), ketua harian Komisi Nasional untuk Badan Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Dunia (UNESCO), di tengah arus globalisasi dan dominasi bahasa Indonesia baku, penggunaan bahasa Betawi mulai tergeser, terutama di kalangan generasi muda. Banyak istilah khas Betawi yang kini tak lagi dipahami, apalagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari.  Untuk itu, penting untuk memperkuat upaya pelestarian bahasa Betawi supaya bahasa ini tidak terpinggirkan di tanah kelahirannya sendiri, TemanKami.

 

3. Gambang Kromong

Gambang Kromong adalah musik tradisional Betawi yang merupakan hasil perpaduan budaya Tionghoa dan pribumi. Nama gambang berasal dari alat musik tradisional yang terbuat dari kayu, sementara kromong merujuk pada alat musik dari logam (Indonesiakaya.com, 2024). Kesenian ini berkembang di kalangan masyarakat Betawi peranakan dan biasanya mengiringi pertunjukan lenong, tari cokek, atau pesta rakyat.

Sayangnya, keberadaan gambang kromong semakin langka. Tahukah, TemanKami? Penyebab banyaknya grup musik Gambang Kromong bubar, salah satunya disebabkan oleh kekurangan regenerasi, lho! (Arini, dkk, (2023), dalam jurnal Strategi Kelompok Musik Gambang Kromong dalam Perubahan Sosial)Selain itu, saat ini musik Gambang Kromong hanya ditampilkan di festival budaya tertentu. Selain itu, minimnya dokumentasi serta dukungan dari media arus utama membuat gambang kromong sulit menjangkau khalayak muda. Padahal, kesenian ini adalah contoh nyata keharmonisan budaya dan warisan unik yang seharusnya tetap hidup dan berkembang.

 

4. Tari Cokek Sipatmo

Tari Cokek Sipatmo merupakan salah satu tarian tradisional Betawi yang berkembang dari budaya masyarakat peranakan Tionghoa-Betawi (IndonesiaKaya, 2025). Tarian ini biasanya dibawakan secara berpasangan dengan iringan musik gambang kromong dan gerakannya menampilkan keanggunan serta daya tarik sosial yang khas. 

Di masa lalu, tarian ini sering ditampilkan dalam acara pesta rakyat atau perayaan komunitas. Namun kini, Tari Cokek Sipatmo nyaris tidak dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh warga Betawi sendiri. Keterbatasan ruang pertunjukan dan minimnya regenerasi penari menyebabkan seni ini makin jarang dipentaskan (Ramadani Wahyu, 2022).

 

Itu dia beberapa budaya Betawi yang saat ini mulai dilupakan. Tradisi Betawi yang hampir hilang ini layak untuk kembali dikenalkan, diapresiasi, dan diwariskan. Mari kita mulai dari langkah kecil, seperti mengenal, menceritakan kembali, dan mencintai budaya itu sendiri. Apabila kamu ingin mengetahui kegiatan positif lainnya yang bisa kamu lakukan selama long weekend, kamu bisa membaca artikel AdaKami lainnya di sini, ya!